Jakarta – Menjelang Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, simbol bajak laut fiksi One Piece mendadak ramai berkibar di berbagai sudut negeri. Bendera Jolly Roger dengan tengkorak bertopi jerami—lambang kelompok Straw Hat Pirates—dikibarkan berdampingan dengan bendera Merah Putih oleh sejumlah penggemar anime. Aksi ini memicu perdebatan publik dan mendapat reaksi keras dari kalangan parlemen.
Bayu (36), salah satu Nakama—sebutan untuk penggemar One Piece—menganggap bendera itu sebagai simbol kritik damai terhadap kondisi bangsa. “Yang benar jadi salah, yang salah jadi benar. Luffy punya semangat melawan elite penindas, itu yang kami angkat,” ujarnya, Jumat (1/8/2025). Ia menegaskan bahwa pengibaran Jolly Roger bukan bentuk perlawanan terhadap negara, melainkan sistem yang dianggap tidak adil. “Kalau masih kibarkan Merah Putih, kenapa dipermasalahkan?”
Satya (32, nama samaran), juga memasang bendera itu sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pascareformasi yang menurutnya gagal menyejahterakan rakyat. “Ini bentuk cinta pada Tanah Air. Kita tidak diam melihat ketidakadilan,” ujarnya, sebagai mana dilangsir dari kompas.com.
Makna Bendera One Piece
Bendera Jolly Roger dalam serial One Piece bukan sekadar ikon bajak laut fiksi. Simbol tengkorak tersenyum dengan topi jerami itu sarat makna: kebebasan penuh, loyalitas pada sahabat, dan semangat melawan ketidakadilan. Dalam cerita, kapten Monkey D. Luffy dikenal menentang penguasa korup dan tidak segan menghadapi elite yang menindas.
Menurut para penggemar, semangat ini merefleksikan perasaan sebagian masyarakat terhadap kondisi sosial-politik Indonesia saat ini.
Tanggapan MPR: Aksi Provokatif yang Ingin Jatuhkan Pemerintah
Namun tidak semua pihak melihat aksi ini sebagai bentuk ekspresi damai. Wakil Ketua Fraksi Golkar MPR, Firman Soebagyo, menyebut pengibaran bendera One Piece sebagai tindakan provokatif yang berpotensi menjatuhkan pemerintahan. “Ini cara-cara provokatif yang ingin menjatuhkan pemerintahan, tidak boleh,” tegasnya di Kompleks Parlemen, Kamis (31/7).
Firman mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak. “Ini bisa bagian dari makar. Harus diinterogasi siapa yang menyuruh, apa motivasinya, dan dilakukan pembinaan,” katanya. Ia menilai penggunaan simbol fiksi dalam momen kenegaraan bisa menimbulkan kerugian bagi bangsa, dilangsir dari cnnindonesia.com.
Fenomena ini juga ramai diperbincangkan di media sosial, terutama setelah pemerintah mengumumkan logo resmi HUT ke-80 RI. Sejumlah warganet menilai aksi ini sebagai bentuk sindiran terhadap kondisi politik, dan mempertanyakan apakah Presiden Prabowo memahami pesan yang tersirat dalam gerakan tersebut.
Jakarta – Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menegaskan setiap pelaku usaha yang memutar musik di…
Jakarta – Sistem keuangan digital Indonesia akan memasuki era baru. Tepat pada 17 Agustus 2025,…
Aceh – Realisasi serapan anggaran Pemerintah Aceh hingga akhir Juli 2025 tercatat masih jauh dari…
Jakarta – Presiden Prabowo Subianto mengusulkan pemberian abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong…
Meulaboh – Antrean panjang kendaraan kembali terlihat di sejumlah SPBU di wilayah barat Aceh, Kamis,…
Jakarta – Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN), Mufti Mubarok, secara tegas meminta…
This website uses cookies.