Suara Publik

Ketika Sinyal Akhirnya Tiba: Perjuangan Panjang Membawa Starlink ke Sekolah Terpencil Aceh Barat

Meulaboh – Setelah lebih dari setahun desakan, aksi jalanan, dialog dengan dewan hingga kritik publik, layanan internet berbasis Starlink akhirnya resmi hadir di pelosok Aceh Barat. Sebanyak 15 unit perangkat dipasang di sejumlah sekolah dasar dan menengah pertama yang selama ini terisolasi dari akses digital, sebagai jawaban atas keluhan panjang dunia pendidikan di daerah tertinggal.

Di balik realisasi tersebut berdiri satu suara yang tak henti menyuarakan keadilan digital: Yayasan Wahana Generasi Aceh (WANGSA). Lembaga ini memulai advokasi sejak 27 Mei 2024, saat menggelar demonstrasi di depan DPRK Aceh Barat, menuntut keseriusan negara hadir dalam dunia pendidikan pelosok—terutama melalui akses jaringan internet.

Akar Masalah: Jaringan Lemah, Pendidikan Tercegah

Sekolah-sekolah di kawasan Pante Ceureumen, Woyla Barat, Sungai Mas, Kaway XVI, Woyla Timur hingga Panton Reu selama ini mengalami ketimpangan akses informasi. Ujian berbasis komputer daring menjadi mimpi buruk, sistem pelaporan digital tersendat, dan proses belajar-mengajar lumpuh setiap kali sinyal hilang—bahkan untuk sekadar mengakses buku daring pun tak memungkinkan.

Merespons demonstrasi WANGSA, DPRK Aceh Barat menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dua hari kemudian, pada 29 Mei 2024, dan memutuskan dua poin penting: Menjamin akses jaringan stabil saat ujian online, dan Diskominsa Aceh Barat harus lakukan audiensi dengan Kementerian Kominfo dalam waktu maksimal satu bulan.

Namun, realisasinya tidak semulus yang dijanjikan.

Janji Molor, Kritik Menggema

Hingga pertengahan Juli 2024, tak ada tanda-tanda Pemkab bergerak. WANGSA kembali bersuara. Kali ini bukan di jalanan, tetapi melalui tulisan tajam berjudul “Dongeng Diskominsa Aceh Barat: Paradoks Smart City.” Tulisan ini menyoroti mentalitas pasif birokrasi: “Diskominsa wajib jemput bola, bukan menunggu bola.”

Desakan itu akhirnya memaksa langkah. Pada 25 Juli 2024, Diskominsa menghadap Wakil Menteri Kominfo. Namun hasilnya jauh dari optimal. Wamen justru meminta ulang data titik-titik buta jaringan. Kritik WANGSA terbukti: pemkab belum cukup serius dan tidak siap dengan peta masalah yang seharusnya menjadi dasar advokasi sejak awal.

Tekanan Berlanjut, Kepemimpinan Berganti

Pergantian pejabat tak menghentikan dorongan. Dari Pj Bupati Mahdi Efendi ke Azwardi, lalu ke Tarmizi dan Said Fadheil. Pada 29 Mei 2025, bertepatan dengan 100 hari kerja Tarmizi dan Said, WANGSA kembali mendesak: percepat realisasi internet untuk pendidikan terpencil, jangan biarkan siswa-siswi terus terputus dari dunia pengetahuan.

Solusi Satelit: Starlink Turun

Kini, perlawanan panjang itu membuahkan hasil. Starlink resmi hadir di Aceh Barat, dipasang di 14 SD dan 2 SMP, dengan titik-titik tersebar di berbagai kecamatan terluar. Beberapa sekolah penerima manfaat antara lain:

Teknologi berbasis satelit ini mampu menjangkau wilayah yang sebelumnya luput dari cakupan menara seluler. Kepala Diskominsa Aceh Barat, Erdian Mourny, menyebut bahwa layanan ini bukan hanya untuk sekolah, melainkan juga terbuka bagi masyarakat sekitar sebagai bagian dari pemerataan akses digital.

“Starlink ini akan mendukung proses belajar-mengajar dan pelaksanaan ujian online. Ini bentuk komitmen pemerintah menghadirkan internet berkecepatan tinggi dari satelit,” ujar Erdian, Rabu (23/7/2025).

WANGSA: Apresiasi, Tapi Tetap Mengawal

Yayasan WANGSA menyampaikan apresiasi kepada Pemkab Aceh Barat yang akhirnya menuntaskan janji atas nama pendidikan. Namun, perjuangan belum selesai. Bagi WANGSA, internet bukan soal perangkat, tetapi soal keadilan akses dan kualitas literasi digital.

Refleksi: Dari Tekanan Jalanan ke Arah Kebijakan

Kasus ini memberi pelajaran penting: kebijakan publik tidak akan bergerak tanpa tekanan dari bawah. Demonstrasi, RDP, kritik media, audiensi, dan konsistensi advokasi WANGSA berhasil mendorong satu perubahan yang konkret. Di tengah krisis kepercayaan terhadap pemerintahan lokal, kisah ini membuktikan bahwa partisipasi warga, jika dilakukan dengan tekun dan strategis, dapat menciptakan jejak sejarah.

Dan hari ini, di sudut-sudut sunyi Aceh Barat, sinyal Starlink bukan sekadar jaringan. Ia adalah suara dari langit yang menegaskan: pendidikan untuk semua adalah mungkin—asal diperjuangkan.

Redaksi

Recent Posts

Putar Musik di Tempat Usaha, Wajib Bayar Royalti?

Jakarta – Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menegaskan setiap pelaku usaha yang memutar musik di…

20 jam ago

BI Luncurkan Payment ID, Transaksi Digital Terhubung ke NIK Mulai 17

Jakarta – Sistem keuangan digital Indonesia akan memasuki era baru. Tepat pada 17 Agustus 2025,…

3 hari ago

Bendera One Piece Berkibar Jelang HUT RI ke-80, Simbol Perlawanan atau Aksi Provokatif?

Jakarta - Menjelang Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, simbol bajak laut fiksi One Piece…

4 hari ago

Serapan Anggaran Aceh Seret, Puluhan SKPA Alami Deviasi Negatif

Aceh – Realisasi serapan anggaran Pemerintah Aceh hingga akhir Juli 2025 tercatat masih jauh dari…

4 hari ago

DPR Setujui Abolisi Tom Lembong, Kejagung: Kami Akan Pelajari

Jakarta – Presiden Prabowo Subianto mengusulkan pemberian abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong…

5 hari ago

Truk Batu Bara Diduga Kuasai Solar Subsidi, Warga Minta Pertamina Tindak SPBU Nakal

Meulaboh – Antrean panjang kendaraan kembali terlihat di sejumlah SPBU di wilayah barat Aceh, Kamis,…

5 hari ago

This website uses cookies.