ACEH JAYA –Hampir dua dekade sejak pertama kali diwacanakan pascatsunami 2004, proyek Terowongan Geurutee di Kabupaten Aceh Jaya belum juga menunjukkan kemajuan berarti. Digadang-gadang menjadi solusi atas jalur sempit dan rawan longsor yang menghubungkan Banda Aceh dan Meulaboh, terowongan ini kini lebih sering menjadi topik di forum pembangunan ketimbang kenyataan di lapangan.
Masuk Peta, Tak Masuk Prioritas
Sejak 2012, pemerintah daerah mulai mendorong studi awal dan detail engineering design (DED) proyek. Gubernur Aceh saat itu bahkan pernah mengusulkan langsung kepada Presiden agar terowongan ini mendapat dukungan pusat. Pada 2014, Kementerian PUPR menindaklanjuti dengan studi kelayakan awal. Namun hingga pertengahan 2025, hasil konkret dari semua dokumen tersebut belum terlihat. Tak satu meter pun tanah pegunungan Geurutee tergali.
Pemerintah Aceh sempat mengajukan proyek ini masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN), dan menurut pernyataan Plt Gubernur Aceh pada 2019, usulan tersebut bahkan sempat dipertimbangkan. Sayangnya, proyek terowongan dinyatakan tidak masuk prioritas karena bersaing dengan proyek besar lainnya seperti Waduk Rukoh dan jalan tol.
Anggaran Fantastis, Kepastian Menguap
Pada 2022, sejumlah legislator seperti Teuku Raja Keumangan kembali membawa wacana terowongan Geurutee ke hadapan Presiden. Dalam usulannya, disebut bahwa proyek ini membutuhkan dana sekitar Rp 15 triliun. Namun hingga kini belum ada lampu hijau dari pemerintah pusat.
Sementara itu, pernyataan resmi terkait rencana pembiayaan dari Dinas PUPR Aceh Jaya masih simpang siur. Wacana kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) sempat disebut, namun belum pernah masuk tahap konkret.
Hingga pertengahan 2025, satu-satunya “kemajuan” adalah permintaan Gubernur Aceh Muzakir Manaf kepada Menteri PUPR agar segera menindaklanjuti kajian teknis. Menteri Dody Hanggodo menyatakan timnya sedang melakukan peninjauan lapangan dan studi lanjutan.
Jalan Sempit, Janji Lebar
Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya mulai bersikap lebih realistis. Bupati Safwandi tak lagi mengandalkan janji terowongan. Ia mendesak agar pemerintah pusat segera melebaran jalur eksisting di kawasan Geurutee sebagai solusi darurat. Menurutnya, setiap tahun masyarakat menghadapi risiko yang sama, namun janji pembangunan tetap jalan di tempat.
“Jika trowongan gerute belum bisa terwujud, setidaknya pelebaran jalan harus menjadi prioritas nyata demi kepentingan masyarakat,” ujarnya dilangsir dari beritaacehjaya.com.
Harapan di Tangan Gubernur Mualem?
Kini, pertanyaan publik mengarah pada satu hal: akankah proyek Terowongan Geurutee benar-benar terwujud di masa pemerintahan Gubernur Muzakir Manaf? Setelah bertahun-tahun tanpa kepastian, wacana ini kembali memperoleh momentum di awal masa jabatannya.
Desakan politik dari provinsi sudah mulai terdengar, kajian teknis sedang berjalan di tingkat pusat. Jika tahapan ini diiringi dengan keputusan pendanaan yang tegas, peluang terealisasinya proyek ini terbuka, meski tidak mudah.
Bagi masyarakat wilayah Barat Selatan Aceh, terwujudnya terowongan Geurutee bukan hanya soal pembangunan infrastruktur. Ini adalah simbol pemenuhan hak atas akses, keselamatan, dan konektivitas. Setelah sekian lama menggantung di atas kertas, keberhasilan proyek ini akan menjadi pencapaian besar dan sejarah baru bagi kawasan yang selama ini terisolasi oleh geografis dan ketimpangan anggaran pembangunan.