Banda Aceh – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menghentikan sementara transaksi pada sejumlah rekening dormant atau rekening pasif yang lama tidak digunakan. Kebijakan ini diambil untuk melindungi masyarakat dan menjaga integritas sistem keuangan Indonesia.
Langkah ini disampaikan PPATK lewat akun Instagram resminya pada Senin (28/7/2025) dan disebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. “Penghentian sementara ini juga menjadi pemberitahuan kepada nasabah, ahli waris, atau perusahaan bahwa rekening tersebut masih tercatat aktif,” tulis PPATK.
PPATK mengonfirmasi bahwa lebih dari 140.000 rekening dormant yang tidak aktif selama lebih dari 10 tahun telah dibekukan dengan total saldo mencapai Rp 428,61 miliar. Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menegaskan bahwa langkah ini bukan bentuk perampasan.
“Ya gak mungkin lah dirampas, ini justru sedang dijaga, diperhatikan dan dilindungi dari potensi tindak pidana,” kata Ivan dikutip dari CNBC Indonesia.
Ivan memastikan, pemilik rekening tetap dapat mengaktifkan kembali rekening tersebut dengan menghubungi bank atau PPATK. “Rekening dan uangnya 100% aman dan tidak berkurang,” tegasnya, sebagaimana dilansir dari inilah.com
Sebelumnya, PPATK juga mengungkap lebih dari 28.000 rekening dormant pada 2024 digunakan sebagai deposit perjudian online. Rekening pasif marak dipakai untuk penipuan, perdagangan narkotika, dan tindak pidana lainnya.
Prabowo Panggil Kepala PPATK hingga Gubernur BI ke Istana?
Keputusan PPATK ini berbuntut panjang. Presiden Prabowo Subianto memanggil Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, serta sejumlah pejabat tinggi negara ke Istana Kepresidenan Jakarta pada Rabu (30/7/2025).
Selain Ivan dan Perry, hadir pula Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Jampidsus Febrie Adriansyah, Kepala Bapissus Aris Marsudiyanto, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya.
Pemanggilan ini dilakukan di tengah temuan PPATK yang mencatat lebih dari 1 juta rekening terindikasi terkait tindak pidana sejak 2020. “Tidak ada penyitaan atau perampasan rekening nganggur, kecuali memang terbukti terkait dengan tindak pidana berdasarkan hasil analisis ataupun pemeriksaan,” ujar Ivan di Jakarta, Rabu.
PPATK memastikan dana nasabah tetap aman dan tidak hilang. Ivan menegaskan, negara hadir untuk melindungi hak pemilik rekening dari penyalahgunaan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. “Kami menemukan fakta maraknya rekening nasabah dijual-belikan, diretas, dan digunakan untuk kepentingan ilegal,” katanya, sebagaimana dilansir dari cnbcindonesia.com.